on Sabtu, 01 Mei 2010
Secara historis lahirnya ekonomo kerakyatan didasari semangat anti penghisapan, karena itulah lahirnya ekonomi kerakyatan tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa kita untuk menuju kemerdekaan dan membebaskan diri dari kolonialisme. Menurut Bung Karno ekonomi Indonesia yang berwatak Kolonial setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut; pertama, sebagai pemasok bahan mentah; kedua, pasar barang-barang jadi yang dibuat oleh negara-negara industri maju; ketiga, tempat memutar kelebihan kapital dari negara-negara maju. Sedangkan Moh. Hatta lebih menekankan pada kondisi sosial-kultural masyarakat Indonesia pada jaman kolonial, yaitu masyarakat makmur bangsa Eropa di Indonesia, kelas pedagang masyarakat timur asing dan kaum miskin pribumi. Dan karenanya, perekonomian Indonesia merdeka harus merupakan koreksi atas ketiga hal tersebut

Selanjutnya perumusan ekonomi kerakyatan tercantum pada pasal 33 UUD 1945. Pada paragraf pertama bagian penjelasan sebelum amandemen berbunyi sebagai berikut, “ Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”. Atas dasar itulah secara substansial ekonomi kerakyatan mengandung tiga unsur; pertama, partisipasi anggota masyarakat dalam proses produksi nasional. Kedua, hasil-hasil dari produksi nasional dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, kegiatan pembentukan produksi dan pembagian hasil-hasilnya harus berlangsung dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya masyarakat harus menjadi objek dalam perekonomian kita. Bisa kita mengundang modal asing, namun penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pimpinan dan pengawasan anggota-anggota masyarakat. Sebagai subyek, maka masyarakat harus turut memiliki alat-alat produksi, turut mengambil keputusan ekonomi, dan turut pula menanggung segala resiko dari pengambilan keputusan tersebut. Selanjutnya dari ketiga unsur tersebut, bermuara pada kebutuhan desentralisasi, tidak hanya sampai pada pemerintah daerah, tetapi menurut Hatta harus sampai pada desa-desa. Dan bentuk penyelenggaraan usaha yang paling sesuai adalah koperasi.


Mengenai pasal 33 ayat 2, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara, Bung Hatta menyebutkan antara lain industri dasar dan pertambangan; sedangkan untuk yang mengusai hajat hidup orang banyak, Bung Hatta antara lain menyebutkan air, listrik, gas, gula, semen, kopra, dan minyak nabati. Lebih lanjut mengenai pemanfaatan manajer asing, bahwa hal ini dilakukan dengan syarat, ia harus mendidik orang Indonesia agar kelak bisa digantikan oleh orang Indonesia. Selanjutnya, jika dilengkapi dengan pasal 27 ayat 2 dan 34, peranan negara dalam ekonomi kerakyatan setidaknya ada lima hal sbb; (1). Mengembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian, (2) mengembangkan BUMN pada cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, (3) menguasai dan memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamya bagi sebesar2nya kemakmuran rakyat, (4) melindungi dan memajukan pemenuhan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, (5) mengembangkan panti-panti sosial bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar.


Efisiensi dalam ekonomi kerakyatan tidak hanya meliputi aspek keuangan, tetapi juga memperhatikan nilai sosial, moral, dan keadilan lingkungan. Pasar dalam sistem ekonomi kerakyatan bekerja diatas kerangka kelembagaan yang memuliakan kepemilikan alat-alat produksi secara kolektif. Mengenai pembiayaan nasional, bung Hatta menempatkan tiga prioritas, pertama, modal nasional; kedua, utang luar negeri; ketiga, penanaman modal asing. Mengenai utang luar negeri, bung Hatta lebih lanjut menyebutkan syarat-syaratnya, yaitu : (1) tidak boleh mencampuri urusan politik dalam negeri, (2) suku bunga 3-3,5 per tahun, (3) jangka waktu panjang, 10-30 tahun untuk keperluan industri, untuk pembangunan infrastruktur harus lebih lama dari itu. Adapun untuk penanaman modal asing, dilakukan sementara waktu saja, sebagaimana ditulisnya,”dalam pembangunan negara dan masyarakat, bagian pekerja dan kapital nasional makin lama makin besar, bantuan tenaga dan kapital asing sesudah sampai pada suatu tingkat, makin lama makin berkurang.”
…….
(rangkuman singkat manifesto ekonomi kerakyatan, Revrisond Baswir)