Rusa di Simpang Jalan

on Rabu, 25 Januari 2012
Rusa itu sedang kebingungan. Di depan ada dua jalan, persimpangan yang membuatnya sejenak berpikir tentang perjalanannya sampai sejauh saat itu. Di jalan sebelah kiri terlihat daun-daun begitu menggiurkan. Muda dan tentu saja lezat. Belum lagi buah-buahan yang ditumbuhkan dari pepohonannya yang rindang. Rupanya sedang musim semi, musimnya kehidupan. Musimnya alam menumbuhkan dan mencari jati dirinya. Kemudian dialihkan pandangannya ke sebelah kanan. Biasa saja dedaunan dijalan ini pikirnya. Memang sedang tumbuh dedaunan muda, tapi tampaknya tak selezat dijalan satunya. Meski belum pernah merasakan, karena inilah perjalanan pertamanya di daerah itu dan tumbuhan itu memang hanya tumbuh disitu, tetapi sesepuhnyalah yang berkata demikian. Belum lagi tambah sesepuhnya, tak jauh dari persimpangan ini bukan rimbun dedaunan yang akan ia temui, melainkan hanya ladang tandus.

Sejenak ia teringat Prabu Salya yang disambut aneka rupa jamuan dan buah-buahan oleh prajurit Duryudana diperjalanannya ke Upaplawya hingga akhirnya berperang dipihak Kurawa. Jangan-jangan ini hanya muslihat. Muslihat dari alam yang bisa saja mengalihkan tujuan perjalanannya, sebuah tujuan besar dan mulia. Bukankah ia harus sampai di perkampungan menyelamatkan kaumnya yang banyak tertawan petani?? Dan jalan sebelah kanan inilah yang akan membawanya kesana. Sejenak ia berfikir menyeimbangkan itu semua, karena ia pun butuh makan dan tentu saja ia menginginkan bekal yang sesuai dengan selera hatinya. Pun demikian ia tak ingin melanggar pesan sesepuhnya karena bagaimanapun juga merekalah yang lebih tahu tentang seluk beluk hutan ini.

Tetapi bukankah sesepuhnya belum pernah sampai ke jalan ini?? Cerita dedaunan muda ini hanya diceritakan turun temurun. Memang ada pula yang pernah membawa dedaunan ini sampai ke kampung si rusa. Tetapi pikir si rusa, dia nya saja yang tak pandai memilih, karena saat itu ia membawa dedaunan yang tak tahunya ada ulat bulu. Kalaupun ada ulat bulu, dengan kesabarannya menunggu bukanlah ia juga bisa jadi kupu-kupu yang indah? Dan saat itu, bukan kepuasan, tetapi jusru petaka yang ia dapat yang sesaat menggemparkan penghuni kampung rusa.

Sebenarnya tak terpikirkan akan ia bawa
dedaunan dari jalan kiri ini, sampai saat ia melihat seranting daun yang menggoda hatinya. Beraduk rasa ia rasakan, antara keinginan dan tujuan. Yang jelas ia harus segera menunaikan amanat kaumnya. Kalau tidak, bisa jadi kawan-kawannya yang tertawan sudah terpanggang menjadi lauk di meja petani.

Tiba-tiba ia melihat gerombolan pipit terbang disekitar dedaunan. Tatapannya terlihat serius menatap ranting yang menggoda seleranya itu. Sempat was-was, jangan-jangan ia hinggap disitu dan merusak dedaunan. Sesaat ia lega karena tak jadi pipit hinggap disitu. Belum selesai ia menghela nafas, datang burung elang. Seperti halnya burung pipit, matanya tajam mentap ranting itu. Takut elang hinggap dan merusak dedaunan. Pun demikian ia lega karena elang tak jadi hinggap. Bisa jadi inilah isyarat pikirnya, bahwa ranting itu memang ditakdirkan untukku. Mantaplah langkahnya memilih ke jalan kanan. Meski sedikit menunda seleranya, tapi bukankah ia bisa jadi bekal perjalananku pulang? Akan kupetik dedaunan diranting itu setelah selasai ku tunaikan amanat kaumku. Akan ku bawa ke kampung rusa, dan akan ku buktikan bahwa daun ini lezat dan tak berbahaya. Berjalanlah si rusa dengan riang dan penuh semangat. :)

0 komentar:

Posting Komentar