Pengurangan Angsuran PPh 25

on Jumat, 04 Januari 2013


Pajak penghasilan adalah pajak atas tambahan kemampuan ekonomis dari wajib pajak. Tambahan kemampuan ekonomis dalam konteks perusahaan bisa artikan sebagai tambahan kekayaan bersih dari perusahaan. Tambahan kekayaan bersih dalam hal ini (pajak) adalah laba bersih atau profit. Oleh karenanya pajak penghasilan secara umum dikenakan atas laba bersih perusahaan.

Disisi lain kinerja perusahaan sangat terpengaruh oleh kondisi perekonomian makro dari suatu negara. Dan salah satu kondisi yang berdampak pada perekonomian adalah krisis global. Sehingga dengan kata lain, Krisis global membawa dampak bagi dunia usaha dan pada akhirnya berdampak pada laba perusahaan. Lesu nya konsisi perekonomian akibat krisis global bisa menyebabkan menurunnya omset operasional perusahaan yang berakibat pada turunnya laba perusahaan.

PPh pasal 25 pada dasarnya adalah angsuran pajak, yang dihitung dengan dasar penghitungannya adalah dari PPh tahunan badan/OP setelah dikurangi kredit pajak tahun sebelumnya (PPh pasal 29). Atas konsep ini, PPh pasal 25 pada dasarnya adalah suatu angsuran yang meringankan wajib pajak agar saat pembayaran pajak penghasilan badan tidak satu kali sekaligus. Dilain pihak, pemerintah sebagai pihak yang paling berkepentingan atas pembayaran pajak memerlukan biaya operasionalnya dalam tahun berjalan yang tentu saja didapat dari pajak. Oleh karenanya, PPh 25 bisa dipandang sebagai kewajiban yang ditunaikan diawal oleh wajib pajak atas kewajiban pemenuhan perpajakannya.

Atas dasar hal tersebut, PPh 25 menjadi penting. Yang perlu dicatat kemudian adalah pemenuhan kewajiban yang ditunaikan diawal oleh wajib pajak. Kewajiban seperti ini tidak bisa dianggap sebagai murni kewajiban karena adanya pemenuhan diawal tersebut. Oleh karenanya akan muncul hak sebagai konsekuensi logis dari saat pemenuhan diawal tersebut. Dan kita lihat dalam four maxims dari Adam Smith, bahwa pajak dibayar pada saat yang tepat, hak-hak inilah yang harus diakomodir dalam rangka pemenuhan dari doktrin perpajakan Adam Smith. Dan lebih dari itu, pajak sebagai wujud partisipasi masyarakat secara masif harus pula memperhatikan hak-hak pembayar pajak secara umum. Oleh karenanya kemudian, dengan adanya berbagai situasi dan kondisi yang berpotensi menghambat pemenuhan perpajakan bulanan (angsuran – PPh 25), pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak hendaknya tanggap atas situsi tersebut. Hal bisa dilakukan oleh wajib pajak ketika kondisi keuangan perusahaannya sedang tersedat adalah mengajukan pengurangan atas pembayaran PPh 25.

Atas pengurangan pembayaran ini, telah dicantumkan secara tersurat di penjelasan pasal 25 UU PPh. Konteks yang menjelaskan adalah kondisi pembayaran pada bulan sebelum penyampaian SPT ketika terjadi pengurangan pembayaran dari yang seharusnya dibayar.

Aturan yang lebih teknis ditegaskan kemudian di Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-547/PK./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu. Dalam pasal 7 ayat (1) dijelaskan bahwa apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Disamping itu, jangan sampai hanya gara-gara pembayaran pajak maka cash flow perusahaan terganggu sehingga menghambat operasional perusahaan sehingga tidak mampu mencapai potensi laba seharusnya yang bisa dicapai, karena jika hal itu yang terjadi maka bisa berakibat pula pada pembayaran pajaknya dalam penghitungan pajak penghasilan tahunan yang semestinay dibayar.

0 komentar:

Posting Komentar