Potret

on Kamis, 05 Februari 2009
Nilai apa yang terjadi belakangan ini menurutku cukup susah ditarik suatu korelasi hikmahnya kalau tidak mau dikatakan saya tidak bisa mengambilnya sama sekali. Ataukah mungkin itu terjadi karena terlalu banyaknya yang terjadi balakangan ini sehingga tak satupun terlintas dibanak saya. Tetapi ada satu hal yang menarik menurut saya, suatu kejadian besar yang menurut sebagian kalangan telah melanggar HAM, yaitu kekerasan dalam dunia pendidikan tinggi kita. Sebenarnya saya merasa tidak berkompeten untuk mengurainya, tetapi bagaimanapun juga itulah peristiwa terbesar belakangan ini yang ada benak saya. Pertama kali menyaksikan, terngiang suatu pertanyaan dimanakah jiwa pemberontakan kita. Saya kira semua orang didunia ini punya sis-sisi sepeti itu, Cuma bagaimana saja kita mengelolanya. Orang-orang macam Ra Kuti dizaman Majapahit atau seorang Ahmedinejad untuk masa sekarang bisa tergolongkan orang semacam itu terlepas apapun motifnya atau kondisi sosial masyarakat yang menyelingkupinya. Tentang kekerasan tadi, saya tidak akan berkomentar harus begini atau harus begitu, atau yang ini benar atau yang ini salah, saya hanya akan mengangkat nilai-nilai universalnya saja, yang tentunya saya menyadari itu tidak lepas daripada kesan subyektivitas saya pribadi.Seorang manusia harus manyadarkan dirinya sebagai seorang manusia yang berdasar berdasar nilai-nilai kemanusiaan pula. Pada titik permulaan ini saya kira kita semua telah sepakat mengenai hal ini. Cuma pertanyaan selanjutnya, bagaimana nila-nilai itu diaplikasikan pasti akan sangat beragam tergantung bagaimana kita memahami dan menafsirkannya. Dan pemahaman itupun bukan sesuatu yang berdiri sendiri yang seolah-olah turun dari langit kemudian membentuk karakteristik kita sebagai manusia. Bukan seperti itu tentunya. Ada faktor yang yang lebih besar yang berperan terhadap itu, yaitu kondisi sosio-kultural yang menaungi kebaradaan menusia tadi. Keberadaan sosio-kultural itupun juga bukan sesuatu yang instant, melainkan kristalisasi dari intelektualitas manusia yang terbentuk dari sintesis dari bermacam-macam lingkungan pendukungnya, contohnya kondisi geografis dan politis. Untuk itulah tidak mengherankan apabila seseorang itu menjadi berbudi pekerti yang luhur apabila dibesarkan dan dididik dalam kondisi yang seperti itu pula, tetapi jangan lupa bahwa integrasi nilai dan karakter tadi sangat bersifat dinamis. Bersambung……………………………

0 komentar:

Posting Komentar