Menuju Masyarakat Madani

on Sabtu, 02 Mei 2009
Manusia adalah makhluk sosial ciptaan Tuhan yang paling sempurna dengan kualitas intelektual yang dimilikinya. Atas dasar inilah, sosialisasi menjadi kebutuhan sekaligus merupakan konsekuansi alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia. Artinya, dalam suatu kondisi normal tanpa suatu distorsi yang berarti, manusia akan selalu bersosialisasi apapun dan bagaimanapun keadaan yang menyertainya. Untuk itulah dikenal suatu komunitas manusia yang dinamakan masyarakat. Atas dasar kualitas intelektual yang dimiliki oleh manusia ini pulalah, sudah sepantasnya manusia membangun suatu model masyarakat yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling berkualitas secara intelektual dan paling tinggi derajadnya. Dan konsep masyarakat madani adalah jawabannya.

Masyarakat madani secara sederhana bisa dipahami sebagai masyarakat berperadaban dan berbudaya. Dari pengertian ini, masyarakat Yunani kuno bisa dianggap telah mencapai suatu kondisi masyarakat madani, karena seperti yang kita tahu, pada saat itu, bangsa Yunani telah mencapai suatu tingkat peradaban yang sangat tinggi untuk zamannya, dimana instrumenn-instrumen sosialnya mampu berfungsi dengan baik, dan mampu melahirkan manusia-manusia berkualitas macam Socrates, Plato, Aristoteles. Tapi bagaimanakah masyarakat madani itu dalam konteks keislaman? Karena seperi yang kita tahu, terminologi ini dikenal luas sebagai suatu konsep masyarakat yang berasal dari dunia Islam. Masyarakat madani dalam konteks Islam bisa dipahami sebagai masyarakat berperadaban dan berbudaya yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap lini kehidupannya. Manusia sebagai entitas terkecil dari suatu masyarakat dituntut tidak hanya harus bisa membangun hubungan baik dengan Tuhannya, melainkan juga harus mampu membina hubungan baik dengan sesama manusia dan dengan alamnya. dari sinilah peran hukum Islam sangat penting sebagai penuntun untuk tercapainya suatu kondisi ideal kemasyarakatan dalam bingkai masyarakat madani.

Nilai-nilai keislaman yang dimanifestasikan dalam hukum islam inilah yang selanjutnya harus kita jaga dan kita amalkan secara konsisten. Sehingga muncul wacana formalisasi hukum Islam. Meskipun kemudian muncul suatu polemik mengenai hukum Islam dari mahzab mana yang harus kita pakai, tetapi ada satu hal yang harus digaris bawahi bahwa penerapan hukum Islam hendaknya membawa suatu kemaslahatan bersama, tidak hanya bagi umat Islam sacara internal tapi juga kepada masyarakat umum. Karena seperti yang kita tahu, dalam piagam madinah yang merupakan dasar-dasar masyarakat islam madani, diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan politik, khususnya pertahanan, secara bersama-sama. Dan di Madinah itu pula, sebagai pembelaan terhadap masyarakat madani, Nabi dan kaum beriman diizinkan mengangkat senjata, perang membela diri dan menghadapi musuh-musuh peradaban.

Terlepas dari itu semua, ada satu hal yang lebih penting dilakukan yaitu bagaimana agar nilai-nilai keislaman itu bisa membumi, yang dapat senantiasa mewarnai setiap aktivitas manusia sebagai anggota komunitas sosialnya. Untuk itulah peran pemberdayaan manusia secara individual menjadi sangat penting disini. Bagaimana agar setiap manusia memiliki suatu kualitas yang tinggi, tidak hanya dalam intelektualnya, tetapi juga secara emosional maupun spiritual. Ketiga hal ini sangat berkaitan erat dengan pendidikan, dimana menurut hemat saya belum mendapatkan cukup perhatian di negara kita meskipun ada peningkatan kearah sana, tetapi masih terkesan setengah hati dan cenderung tidak konsisten. Atau dengan kata lain, pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan terwujudnya suatu masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berperadaban.

Intelektual, menurut Prof. Komaruddin Hidayat bisa diartikan sebagai sifat yang berkaitan dengan wawasan, pengetahuan dan kepedulian tentang masalah-masalah umum (sosial, budaya, politik agama, dan sebagainya, nasional maupun internasional). Ada poin penting yang bisa kita garis bawahi disini, yaitu seorang intelektual tidak hanya berwawasan atau berpengetahuan, tetapi juga harus peduli. Untuk itulah tidak heran, apabila ada yang mengatakan bahwa semangat intelektual adalah pengabdian. Juga dari seorang Aristoteles yang pernah mengatakan bahwa tentu saja juga tidak masuk akal jika membayangkan seseorang menerima banyak berkah tapi menyendiri, sebab tidak ada seorangpun yang ingin memiliki segala yang baik namun tetap menyendiri, sebab manusia adalah makhluk politik, yang sifatnya cenderung hidup bersama orang-orang lain.

Sejalan dengan yang diutarakan pada awal tulisan ini bahwa manusia adalah makhluk sosial ciptaan Tuhan yang paling sempurna derajadnya dengan kualitas intelektual yang dimilikinya, maka pada dasarnya intelektual dan kodrat manusia sebagai makhluk sosial itu sangat berkaitan erat. Dan diinilah, menurut hemat saya, menjadi dasar bagi terbentuknya masyarakat madani. Sosialisme masyarakat ini harus senantiasa mewarnai dalam setiap sendi-sendi kehidupan tidak bisa tidak. Dan pada akhirnya masyarakat madani tidak akan pernah bisa terbentuk atas dasar eksklusivisme dalam bagaimanapun bentuknya. Bahkan ekslkusivisme yang mengatasnamakan agama sekalipun. Karena seperti yang telah kita saksikan, tidak jarang eksklusivisme menimbulkan fanatik buta yang tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan horizontal dalam masyarakat.

Selanjutnya yang menjadi perhatian adalah bagaimana eksklusivisme ini dapat dikikis, sehingga timbul suatu kondisi masyarakat harmonis, saling menghargai dan menghormati, yang dapat menjadi rumah bagi semua suku,agama, ras dan golongan. Sebagian kalangan menjawab dengan demokrasi. Semahal apapun demokrasi, dan bagaimanapun rupa dan bentuknya dalam aplikasi di berbagai macam kondisi sosial-ekonomi yang berbeda, demokrasi telah secara nyata menjadi suatu sistem kemasyarakatan-kenegaraan yang paling banyak dianut oleh negara-negara dimuka bumi ini, sekaligus didambakan oleh banyak manusia yang hidup dibawah kekangan penguasa otoriter, yang notabene menjadi antitesis dari demokrasi itu sendiri. Bagaimana pertempuran besar ini berjalan dan akan berakhir, saya kira banyak dari kita punya opini dan penilaian yang berbeda…

Salam..

1 komentar:

muam_disini mengatakan...

kadang kita masih dipusingkan masyarakat madani bagaimana dan menurut siapa yg seharusnya terbentuk?

Posting Komentar