Seragam Manusia

on Sabtu, 02 Mei 2009

-->
Dunia seakan sudah semakin permisif. Mengobrak-obrik kebebasan atas nama “kebebasan” demi hal-hal kasat mata. Lihatlah bagaimana orang-orang lebih bangga dengan perbondongannya yang tak tahu malu dan tanpa otak lebih daripada sekedar merenungi betapa banyak nyawa-nyawa yang terhempaskan atas nama ketidakadilan, dan menjadi semakin ironis karena justru dari sini eksploitasi atas keterasingan semakin brutal dan menjadi-jadi. Dan bisa kita lihat, sebiji sabun mandi ternyata lebih berkuasa dari diri kita.Busuk!!

Salah satu dampak yang tidak terelakkan adalah hegemoni atas makna yang semakin menguat, seakan-akan tiada lagi menyisakan sedikit ruang untuk bernafas dan berekspresi bagi jiwa dan intelektualitas kita. Penyetiran atas makna dengan segala alat-alatnya seolah menguatkan tuduhan bahwa manusia sebagai makhluk paling berakal dibumi ini tak mempu lagi memenuhi hasratnya untuk merdeka. Atau jangan-jangan hegemoni itu telah sampai pada suatu titik yang mempengaruhi sedemikian rupa sehingga mentalitas manusia yang sejak penciptaannya menjadi kebanggaan itu menjadi hilang, diganti dengan “mentalitas-mentalitas” yang entah darimana ia berasal. Menurut sebagian kalangan modernisasi adalah kambinghitam dari segala permasalahan ini. Perbondongan dan keseragaman sebagai hasil dari buah pikir dan khotbah media. Tidak sepenuhnya salah tapi ada hal-hal yang harus digaris bawahi bahwa kita berada pada dunia penuh kerelatifan. Kerelatifan sebagai bawaan dari adanya dunia ini.

Dan budaya massa pun tak bisa lepas dari kerelatifan ini. Nilai nilai senatiasa berubah menurut kehendak tangan-tangan yang bisa saja tidak kita pahami. Tapi ia berubah dan senantiasa berubah dengan penuh kesadaran. Omongkosong kalau ia dinamis bergerak kearah yang tidak bisa sadari. Ada semacam kesadaran besar dengan penuh arti yang menggiring perbondongan dan keseragaman ini. Meskipun tak juga kita bisa menuduh pergerakan ini adalah hasil rekayasa yang disengaja, tapi kesadaran akan pergerakan nilai-nilai ini lah yang patut lawan dengan kesadaran kita juga sebagai makhluk merdeka.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan munculnya kesadaran ini. Dan ini bukan hanya berurusan pada modal dan pemilk modal, meskipun hal ini juga memberikan kontribusi yang sangat besar. Dan pada tahap ini bisa kita lihat modal telah menjelma menjadi sebuah kekuatan penuh kuasa yang bisa mengobrak-abrik tatanan yang pada dasarnya telah dianggap mapan. Pemilik modal bisa menggiring perbondongan-perbondongan ini menjadi apa yang ia kehendaki. Dan disinilah potensi manusia sebagai makhluk pemangsa mendapatkan relevansinya. Dan menjadi semakin berbahaya karena tidak hanya menyerang pada hal-hal yang secara fisik dapat kita rasakan, tetapi telah merasuk pada tatanan yang cukup abstrak; intelektual hingga mentalitas hingga dapat mengaburkan kesadaran kita sebagai makhluk yang merdeka.

Lantas bagaimana kita menyikapinya? Kesadaran, sekali lagi dengan kesadaran. Kesadaran harus kita tumbuhkan dan kita harus mampu melawan “kesadaran” mereka. Bukan hanya penguasa-penguasa tiran yang harus dan patut kita robohkan, lebih dari itu, penguasa-penguasa makna harus mampu kita lenyapkan. Dan perjuangan kaum revolusioner, reformis, dan pembaharuan sekarang harus mampu menyentuh pada tahap ini. Kapitalisme hedon memang telah cukup kuat dan lama berkuasa. Dan ia telah menjadi lebih kuat dari orde baru sekalipun, karena ia pula yang menjiwai orde baru. 

Dan apa yang bisa kita lakukan? Tak ada jalan lain kecuali melawan. Sadar bahwa kita tertindas, sadar bahwa mereka harus lenyapkan, dan tradisi intelektual harus ditumbuhkan…Merdeka!!!


0 komentar:

Posting Komentar