Fragmen

on Senin, 02 September 2013

……..
Dengan masih menggenggam sepucuk surat ditangannya, Rani berjalan keluar dari Gedung Rektorat. Berkeliling sebentar, ia bersandar di tempat duduk rindang disamping gedung megah itu. Setelah semua urusannya selesai ia ingin segera membaca surat ditangannya yang diberikan Ardi tadi di dalam gedung. Rasa ingin tahu masih bergelayut. Ia mulai membuka dan membaca…


Sebenarnya

Aku sebenarnya ingin mempercayaimu. Bukan hanya karena engkau adalah kekasihku, tetapi lebih dari itu.. bahwa aku sesungguhnya sedang berhasrat untuk memupus keinginan egoku bahwa akulah yang senantiasa benar. Jika aku pada suatu waktu pernah berkata tentang sesuatu yang seharusnya tidak aku katakan, percayalah bahwa itu sesungguhnya bukan maksud dan hasratku berkata demikian, melainkan hanya upayaku saja untuk berkawan pada kejujuran. Dan pada akhirnya, tak bisa kupungkiri aku memang berharap kau mempercayaiku.

Mungkin kau bilang aku hanya mau menang sendiri, hanya menuntut tapi tak mau bersusah payah dengan  kepatutan. Seperti timbangan yang seharusnya berimbang seimbang, tanpa sela kecurangan. Atas hal itu, akupun mengerti sebenarnya.  Hanya entah mengapa sekujur tubuh ini dibuat kaku oleh hal-hal yang tidak aku pahami. Mungkin suatu saat nanti kau bisa memberitahukanku apa itu sebenarnya.

Aku sebenarnya juga tidak ingin menyakitimu. Jika ada ucap dan langkah yang tak berkenan, aku berharap kelapangan hatimu. Hanya saja aku malu. Berkali kuucap maaf dan berkali pula maaf itu hilang tanpa arti untuk apa ia sebenarnya ada. Dan anehnya lidahku tanpa kelu selalu berucap, sungguh tak tahu malu. Kini maaf itu seperti kata tanpa makna, karena begitu mudahnya ia bertabur kesana kemari. Mungkin maaf itu kini seperti pasir di pantai. Dan jika memang begitu adanya, kurasa kau pantas mengambil segenggam dan kau lempar ke mukaku sampai aku kehabisan kata-kata.

Mungkin perlu kuulangi lagi, sebenarnya aku tak ingin menyakitimu. Aku masih ingat ketika kau bilang berpasangan adalah tentang saling. Saling berbagi, saling menyayangi, dan saling saling yang lain, yang dengannya kita, yang memiliki dua eksistensi ini, pada akhirnya bisa lebih dari bersama, meski terlalu muluk juga jika kusebut menyatu. Aku dan kamu berbeda itu sudah pasti. Dan kita punya cita-cita itu juga mahfum adanya. Tapi aku benar-benar tak habis pikir, mengapa aku bisa sebebal itu, tak melibatkan kau dalam dunia yang aku ciptakan di otak pandirku.

Kawan bilang ini tentang ego. Entah apa maksud ego itu, tetapi yang ada dikepalaku sekarang adalah sebenarnya aku ingin membuktikan rasa sayangku padamu. Aku ingin mengingatkanmu untuk tak lupa makan ketika kau sedang sibuk dengan tugas kuliahmu. Aku ingin melukis wajahmu untuk lebih menyadari betapa cantik dirimu dimataku. Aku ingin bernyayi untukmu saat kau sedang sepi hati. Aku ingin selalu ada untukmu dan aku ingin mengecup keningmu sebenarnya..

Aku sebenarnya takut kehilanganmu. Ini bukan klise. Dan aku bingung juga sebenarnya, entah mengapa kata-kata ini sering muncul dilirik lagu seniman kita. Apa memang seniman kita sedemikian cerdasnya sehingga mampu menangkap sisi kejiwaan beribu pasangan ataukah aku yang sedemikian bodohnya sehingga begitu mudahnya termakan sugesti lirik yang berjejalan dipanggung absurd kita. Aaah..siapa pula yang membuat panggung itu. Entah…

Dan aku sebenarnya takut kehilanganmu. Mungkin kau ingat ketika beberapa lama kita tak berhubungan sama sekali. Mungkin kau pikir aku tak membutuhkanmu lagi. Bukan itu sebenarnya yang ada dibenakku. Aku sangat kesepian sebenarnya. Ada sisi kosong dihatiku jika kau tinggalkanku, karena aku sudah nyaman dengan hadirnya kau disisi-sisi itu. Dan aku berterima kasih padamu, kau mau singgah didalamnya meskipun mungkin itu bukan persinggahan yang nyaman bagimu. Jika kata orang lelaki terkadang perlu waktu menyendiri, sebenarnya itu tak sedang terjadi padaku disaat itu. Aku hanya malu pada kesabaranmu, pada besarnya pengertianmu padaku. Dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku berterima kasih sampai sekarang kau setia menungguku, meski kutahu sebenarnya tangismu lebih banyak dari tawa riang hatimu.

Dan sayangku.. aku hanya ingin mengatakan aku benar menyayangimu. Jika dulu kau bilang aku peragu, percayalah sudah kupupus habis keraguan itu sekarang. Aku memang tak bisa menjanjikanmu apapun karena aku tidak punya apa-apa yang bisa dijanjikan. Sudah bisa kuliah dan karenanya bertemu denganmu itu sudah menjadi bagian indah dalam kenanganku kelak. Yang aku punya hanya satu sisi hati yang aku kosongkan untukmu yang mulai sekarang akan kubuat kau nyaman bersemayam didalamnya. Aku tak ingin kehilanganmu sebenarnya, tapi aku bukan apa-apa bukan pula siapa-siapa. Aku sadar sekarang, aku tak pantas berharap lebih darimu..

Salam,
Ardi

Dan untuk kesekian kalinya Ardi mampu mengaduk-aduk hatinya yang memang mulai bimbang. Ia yakin Ardi orang baik dan ia merasakannya. Tetapi……
…..

0 komentar:

Posting Komentar