Waktu

on Rabu, 18 September 2013

Saat ini kau hanya bisa bilang saat itu. Waktu konon tak bersemayam dalam setiap diri manusia. Bukan sebuah materi, tetapi seperti halnya materi, yang dengannya pertentangan bisa bermula. Menyadari saat itu disaat ini kata orang terlambat, karena waktu tidak bisa berbalik. Menggilas dengan kejam manusia-manusia yang terlena, dan hingga saatnya tiba, waktu bisa menjadi pemicu pertentangan dalam dirinya; penyesalan. Hanya manusia yang mengenal dirinya yang mampu mensemayamkan waktu. Seperti udara yang bisa kita rasakan sewaktu menyadarinya, ia pun demikian. Terus berhembus, seolah yang ada (atau memang yang benar-benar ada?) adalah yang hinggap didepan keadaan kita.

Waktu lampau sudah tidak ada, berpindah dan bersemanyam, entah di dunia mana. Mungkin di dunia khayalan. Setiap manusia tentu saja mempunyai dunia khayalnya. Terkadang mengotak-atiknya, sehingga sesuatu yang memang tidak pernah ada menjadi seolah ada dan nyata. Karena, bukankah tak ada beda antara yang pernah ada dengan yang tak pernah ada di dunia khayal manusia. Dunia yang sangat indah bagi sebagian orang, karena ia bebas menciptakan apa saja.

Waktu mendatang tentu saja belum ada, dan belum pernah ada. Aktualisasi dunia khayal mendapat wilayah yang cukup lebar dan nyaman. Manusia bisa mengantisipasi sejarahnya.  Dan dengan kondisi-kondisi tertentu manusia tentu saja bisa merubah “waktu lalu” diwilayah ini. Menghilangkan rasa penyesalan hingga akhirnya ia terbebas dari belenggu khayalan. Proses penciptaan yang dramatis, karena memang manusia adalah makhluh yang berkendak.

Dengan waktu  manusia bisa berubah. Pembacaan waktu dengan bijak bisa memunculkan apa yang dinamakan hikmah. Hikmah bukan candu. Menjadikan hikmah sebagai pembenaran akan kelemahan bisa membawa kearah stagnasi yang memabukkan. Kelemahan bisa menjadi pembenar atas segala kenyamanan. Bisa jadi ia adalah kompromi dua kutub yang berseberangan. Dan waktu.. seolah ia berdiri disuatu tempat yang rapat, mengamati kita dengan sunyumnya...

0 komentar:

Posting Komentar